Penjelasan Tentang Penyimpangan Ikhwanul Muslimin
Oleh : Syaikh Ahmad bin Yahya bin Muhammad An-Najmi حفظه الله
Ketahuilah semoga Allah ta’ala memberiku taufik demikian pula engkau, ketika menjelaskan kesalahan-kesalahan Ikhwanul Muslimin ataupun selainnya, sesungguhnya kami -insya Allah- hanyalah melakukannya untuk menerangkan kebenaran, empati kepada makhluk lain dan menunaikan kewajiban sebagai tanggung jawab yang dipikulkan oleh Allah ta’ala kepada para pewaris ilmu, Allah ta’ala berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati, kecuali mereka yang telah taubat dan Mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah : 159-160)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mentaklif mereka dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam : Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat saja, bicarakanlah berita dari Bani Israil, tidak ada kesempitan. Barangsiapa yang membuat kedustaan atasku dengan sengaja, maka hendaklah dia bersiap menempati tempat dudukknya di neraka.”( Shahihul Jami’ 2834).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, terkadang orang yang disampaikan (ilmu kepadanya) lebih memelihara (ilmu)nya daripada yang hadir menyaksikan” (Al-Bukhari pada Kitab Ilmu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Allah ta’ala memberikan nikmat dan mengelokkan seseorang yang mendengarkan ucapanku lantas dia hafalkan, kemudian dia tunaikan apa adanya sebagaimana dia dengar.”(Diriwayatkan oleh sekelompok sahabat dengan beberapa bentuk kalimat namun berdekatan. Lihat Mausu’ah Athrafil Hadits X/35-37).
Allah ta’ala mewajibakan kepada para ahli ilmu untuk menerangkan kepada manusia kandungan Al-Qur’an dan As-sunnah yang berupa hukum-hukum syareat, maka Allah ta’ala juga mewajibkan kepada manusia untuk membantah siapa saja yang menyalahi syareat itu baik sedikit atau banyak, satu masalah atau berbagai masalah serta satu keputusan atau banyak keputusan -jika penyelisihan itu menyangkut ushul dan akidah.
Kewajiban yang dipikulkan kepada manusia ini tidak lebih kurang dari kewajiban menjelaskan ushul Dien (yang dibebankan kepada ulama), bahkan boleh jadi lebih tegas, sebab hukum-hukum yang tidak terkotori dan mengalami perubahan akan tetap terjaga aman untuk manusia di setiap masa dan tempat, hal ini akan diketahui oleh siapa yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh siapa yang jahil.
Adapun hukum-hukum dan permasalahan yang telah tercemar, saya maksudkan tercemar dengan pemahaman yang terbalik dan akal yang menyimpang dari kebenaran disebabkan kesalahan yang menimpanya di dalam menimba ilmu, sehingga dia sangka sebagai Dien perkara yang bukan Dien dan dia sangka kebenaran sesuatu yang sebenarnya kebathilan akhirnya mereka menghadapi kenyataan pahit dan terkena firman Allah ta’ala:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, Maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiama”t.(QS. Al-Kahfi : 103-105)
Kami mengimani bahwa siapa saja yang menemui Allah ta’ala tanpa membawa tauhid yang mana tidaklah diturunkan kitab-kitab,diutusnya para rasul, ditetapkan hari kiamat, serta diciptakan surga dan neraka melainkan sebab tauhid itu, siapa yang menemui Allah ta’ala dengan demikian maka dia akan menerima kenyataan pahit, sekalipun dia adalah orang yang berasumsi atau menyangka dirinya adalah seorang da’i yang mengajak kepada Allah ta’ala. Siapa yang meragukan hakekat ini maka hendaklah dia mengetahui bahwa dirinya belum mengenal Dienul Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an, dimana Al-Qur’an telah menjelaskan panjang lebar dan demikian jelas apasaja yang telah membatalkan keislaman yang tidak mungkin disusupi keraguan atau tanpa adanya suatu hakekat yang tersembunyi di belakang, misalnya firman Allah ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’ : 48)
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS.An-Nisa’ : 116)
Firman Allah ta’ala :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam”, Padahal Al masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al-Maidah : 72.)
Tatkala Allah ta’ala menyebutkan para nabi di surat al-An’am, Allah ta’ala ta’ala berfirman :
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
” Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS.Al-An’am : 88)
Allah ta’ala berfirman :
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi”. ((QS. Az-Zumar:65)
Allah ta’ala membuka kabar ini dengan ‘Lam‘ pasangan kata sumpah yang menunjukkan penegasan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa : JIka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan syirik -walaupun telah diketahui bahwa Baliau shallallahu ‘alaihi wasallam makhluk yang paling dicintai Allah ta’ala sungguh amalannya kan runtuh dan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat jauh dari kesyirikan dan hal ini hanyalah sebagai pengandaian.
Jelaslah dengan ayat-ayat ini bahwa syirik akbar dapat meruntuhkan amal, mengeluarkan seorang dari millah dan memastikan kekekalannya dalam neraka.
Kaum Sufi telah memutar-balikkan hakekat syareat, mereka berprasangka bahwa menyeru makhluk -yang dia sangka mempunyai tingkat kewalian dan mengaku mempunyai banyak keramat, sama saja masih hidup atau sudah menjadi mayat- kemudian beristighotsah kepada mereka ketika mengalami bencana kesusahan, itulah Dien yang murni, inti dan hakekatnya. Bahkan mereka ghuluw (terlampau berlebihan) dalam menyikapi para wali hingga menjadikannya sebagai pendamping Rabb ‘azza wajalla dengan kedudukan wali quthub yang mengatur alam semesta. Lalu sikap ghuluw itu semakin menggila dengan menjadikan wali itu sebagai Ilah Sesembahannya yang bertempat di tubuh makhluk ataupun sebagiannya.
Terakhir : Apakah engkau dapat melihat seseorang yang tertarbiyah dalam didikan syufiyyah akan keluar dalam keadaan selamat dari virusnya ?! Tidak ! Demi Allah ta’ala tidak-kecuali siapa yang Allah ta’ala kehendaki untuk diselamtkan- bahkan minimal keadaannya tiada lagi memiliki kebencian terhadap syirik besar yang meruntuhkan dan memotong keislamannya sejak akar pondasinya. Kalau tauhid sudah hilang maka keislamannyapun akan hilang dan semua dakwah yang tidak dibangun di atas pondasi tauhid ini maka dakwahnya itu adalah bathil sebab ia telah didirikan di atas pondasi yang tidak benar berdasarkan asas dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tibalah waktunya bagi kami untuk memulai pembahasan yang kami kehendaki, Allah ta’ala maha Tahu bahwa saya tidak bermaksud melukai perasaan seseorang kecuali jika penyebutan celaan itu mengandung maksud yang dituntun oleh Dien, misalnya di dalam celaan itu ada nasehat bagi orang-orang yang tertipu oleh person atau sesuatu manhaj, sebagaimana yang telah dilakukan Salaf, Salaf mencela mereka sebab empati pada umat dan dalam rangka menjelaskan kebenaran. Kitab-kitab Al-Jarh dan Ta’dil penuh dengan contoh-contoh semisal itu.
Imam Muslim bin Al-Hajjajرحمه الله berkata dalam muqodimah shahihnya :
((Amr bin Ali Hafs menceritakan kepada kami, dia menyatakan: Saya mendengar Yahya bin Sa’id berkata : Saya bertanya pada Sufyab Ats-Tsauri, Syu’bah, Malik dan Ibnu Uyainah tentang seseorang yang tidak tsabit dalam hadits, dimana ada yang bertanya kepadaku tentang seseorang tersebut. Maka semuanya menjawab Kabarkanlah bahwa dia tidak tsabit !.
Ubaidullah bin Sa’id berkata kepada kami : Saya mendengar An-Nadhr berkata : Ibnu Aun ditanya tentang haditnya Syahr sementara saat itu Syahr ada di depan pintunya, maka dia berkata : “Syahr dicela oleh mereka (para ulama hadits) ….Syahr dicela oleh mereka”. Imam Muslim berkata : “Lisan-lisan menyebutkan celaan terhadapnya”. Muslim juga telah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Sya’bi yang berkata : Disampaikan hadits kepadaku oleh Al-Harits Al-A’war Al-Hamdani, sedangkan dia seorang pendusta.
Diriwayatkan juga oleh Muslim dengan sanadnya sampai ke Ibnu ‘Aun yang berkata : Ibrahim berkata kepada kami : Waspadalah Al-Mugirah bin Sa’id dan Abu Abdurrahman, sebab keduanya pendusta.
Ibnu Kamil Al-Jahduri menyatakan kepada kami bahwa Hammad (Ibnu Zaid) mengatakan kepadanya : Ashim berkata kepada kami : Dahulu kami pernah mendatangi Abu Abdurrahman saat masih muda belia, maka dia berkata kepada kami :”Janganlah kalian duduk di hadapan tukang cerita selain Abul Ahwash. Waspadailah Syaqiq !”, sebab Syaqiq berfaham khawarij,tapi bukan Syaqiq bin Salamah))
Demikianlah kutipan dari Mukadimah Shahih Muslim yang membuka aib-aib perawi. Inilah saatnya memasuki kesimpulan umum tentang aib yang ada pada ikhwanul Muslimin;
Bersambung Insya Allah ta’ala.pada: Ikhwanul Muslimin Meremehkan Tauhid Ibadah dan Tidak Menjadikan sebagai Asas Berpijak.
Dipetik dari http://abasalma.wordpress.com/2007/11/29/penjelasan-tentang-penyimpangan-ikhwanul-muslimin-mukadimah/
at
7:51 PM
Wednesday, December 15, 2010
Penjelasan Tentang Penyimpangan Ikhwanul Muslimin
Posted by -
bicara ilmu88
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment